Faktor Fisik dalam Kesehatan Kerja - Telah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan yang higienis di samping tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan motivasi kerja. Lingkungan kerja ini dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan fisik dan lingkungan sosial, dan kedua-duanya sangat berpengaruh terhadap kesehatan kerja. Lingkungan fisik mencakup: pencahayaan, kebisingan, dan kegaduhan, kondisi bangunan, dan sebagianya. Di bawah ini akan diuraikan beberapa lingkungan kerja yang sering menjadi tambahan kerja.
Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik/komputer, mesin cetak, dan sebagianya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebhi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan. Kulaitas bunyi ditentukan oleh dua hal yakni: frekusensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut “Hertz (Hz)”, yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampaidi telinga setiap detiknya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB).Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat dilasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima/dikehendaki atau tidak dikehendaki/bising. Kebisingan mempengaruhi kesehatan, antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian.
Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin di atas 60 dB, maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga, guna mencegah gangguan pendengaran. Di samping itu, kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja untuk berteriak di dalam berkomunikasi dengan pekerja yang lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja yang bising ini, maka kadang-kadang di tengahtengah kalangan keluarga, karena dipersepsikan sebagai marah. Lebih jauh, kebisingan yag terus menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja, yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Kebisingan, terutama yang berasal dari alatalat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran, atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja, karena terasa risi adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau memakainya.
Sebelumnya mengenai Kiat Agar Sehat saat Bekerja ini dapat membantu
Penerangan dan Pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja, tetapi juga menimbulkan kesan yang kotor. Oleh karena itu, penerangan di lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Di samping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas, dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya degan penglihatan orang di dalam suatu lingkungan kerja, maka faktor besar kecilnya objek dan umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya, objek yang dikerjakan sangat kecil, maka intensitas penerangan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja, di mana makin tua umur seseorang daya penglihatannya makin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain: sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Di samping itu, kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipkasa, dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau lebih kabur.
Umtuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Perbaikan kontras, di mana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya: cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2. Meningkatkan penerangan, sebaiknya dua kali dari penerangan di luar tempat kerja. Di samping itu di bagianbagian tempat kerja perlu ditambah dengan lampu-lampu tersendiri.
3. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur di atas 50 tahun tidak diberikan tugas pada malam hari.
Di samping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti yang diuraikan di atas, penerangan/pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah, apabila pengaturannya kurang baik, yakni “silau”. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja, maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain:
1. Pemilihan jenis lampu yang tepat, misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
2. Menempatkan sumber-sumber cahaya untuk penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
3. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
4. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
5. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun yang silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2. Kelemahan mental.
3. Kerusakan alat penglihatan.
4. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
5. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan antara lain sebagai berikut :
1. Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2. Jendela-jendela dan lobang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.
3. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
4. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32oC).
5. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja.
6. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar dan tidak berkedip-kedip.
Bau-bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja. Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara, yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga dari segi hygiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada, sehingga penentuannya masih bersifat subjektif. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut, maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkngan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut, tetapi lama kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut, meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman apabila indra penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus menerus, seperti contoh pekerja tersebut di atas. Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal, setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.
Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan fisiologis atau stres, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium, oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang. Di samping itu, penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada kelembaban antara 40-70% tidak mempengaruhi penciuman, tetapi di bawah atau di atas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman.
Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain:
1. Pembakaran terhadap sumber bau-bauan, misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
2. Proses menutupi, yang didasarkan atas kerja antagonistis di antara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya: bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan parafin.
3. Absorbsi (penyerapan), misalnya : penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak.
4. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya: menggunakan pengharum ruangan.
5. Alat pendingin ruangan (air conditioning), di samping untuk menyejukkan ruangan, juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat kerja.
Sekian mengenai Faktor Fisik dalam Kesehatan Kerja.
0 Response to "Faktor Fisik dalam Kesehatan Kerja"
Post a Comment
Berkomentarlah yang sopan sesuai dan bertanggung jawab serta menggunakan bahasa yang baik. Terima kasih :)